Saturday, April 18, 2009

R.A. Kartini, Emansipasi dan Blog


R.A. Kartini (21 April 1879 - 17 September 1904), putri Raden Mas Sosroningrat, bupati Jepara selama ini disebut sebagai pejuang emansipasi. Sebenarnya, Kartini adalah blogger pertama dan tertua di Indonesia.
Dia kerap mem- posting pemikiran-pemikirannya kepada rekan blogger di Belanda. Kelak, kumpulan postingan Kartini dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul "Door Duisternis tot Licht" atau lebih dikenal sebagai "Habis Gelap Terbitlah Terang".
ENtah mengapa, ketokohan Kartini yang lokal lebih menonjol dibandingkan dengan pahlawan perempuan smeacam Cut Nyak Dien (Aceh), atau Dewi Sartika (Bandung)? Mungkin itulah kekuatan Blogger. Dia lebih dikenal karena postingannya dibaca lebih banyak orang, meski karyanya tidak terlalu bergaung...
Perayaan hari R.A. Kartini yang selalu dilakukan dalam lingkup nasional dan dalam berbagai tingkatan umur, memicu rasa ingin tahu saya sejak masih duduk di bangku SD mengenai siapakah sebenarnya R.A. Kartini. Motivasi awal saya mempelajari sosok ini didorong oleh rasa penasaran untuk mengetahui apa sajakah yang dilakukannya, yang membuat banyak siswi TK dan SD harus mengenakan busana kebaya yang menjadi busana nasional Indonesia pada acara perayaan hari kelahiran beliau. 
Proses pembelajaran saya mengenai R.A. Kartini ternyata tidaklah pendek. Dimulai ketika mendengarkan riwayat R.A. Kartini yang disampaikan ibu dan guru saya ketika saya belum lancar membaca, membaca biografi pahlawan Indonesia yang memuat R.A. Kartini di dalamnya, sampai mengikuti kajian mengenai perjuangan R.A. Kartini pada kajian pemberdayaan perempuan ketika sekolah dulu. Proses pembelajaran tersebut akhirnya membawa saya mengerti siapakah sosok R.A. Kartini itu. Kesimpulan yang saya peroleh, R.A. Kartini memang seorang perempuan yang luar biasa, sosok yang lebih maju daripada perempuan pada umumnya di zaman ketika beliau hidup. Hal ini terlihat dari cara beliau menuturkan pemikirannya, sikap dalam menjalani hidup serta tindakan nyata yang dilakukannya dalam menjawab permasalahan sosial. 
Setidaknya terdapat empat hal menarik yang saya temukan dalam karakter R.A Kartini pada proses pembelajaran makna perjuangan beliau. Pertama, Bagaimana R.A. Kartini dapat mengemukakan pikirannya dengan lugas dan cerdas. Hal terlihat pada contoh bagaimana R.A. Kartini dapat menyampaikannya dengan baik bahwa budaya bangsawan Jawa yang kaku menghalangi kemajuan perempuan Jawa. Cara penyampaiannya yang cerdas menarik banyak simpati publik terutama pihak pemerintah Belanda yang sedang melakukan kebijakan politik etis. 
"Sesungguhnya adat sopan santun kami orang Jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak bila hendak berlalu di hadapanku. Kalau adikku duduk di kursi saat aku lalu, haruslah segera ia turun duduk di tanah dengan menundukkan kepala sampai aku tidak kelihatan lagi. Adik-adikku tidak boleh ber-kamu dan ber-engkau kepadaku. Mereka hanya boleh menegur aku dengan bahasa kromo inggil (bahasa Jawa tingkat tinggi). Tiap kalimat yang diucapkan haruslah diakhiri dengan sembah.
Berdiri bulu kuduk bila kita berada dalam lingkungan keluarga bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya harus perlahan-lahan sehingga hanya orang yang di dekatnya sajalah yang dapat mendengar. Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya,langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput. Bila berjalan agak cepat dicaci orang, disebut kuda liar"
Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899
Sikap asertif dan kemampuan R.A. Kartini menyampaikan ide dengan baik ini juga terlihat dalam keberhasilannya di kemudian hari, membuat suaminya mengerti apa yang dia perjuangkan, sehingga ide membuka sekolah baru untuk perempuan setelah beliau menikah tidak hanya disetujui tetapi juga didukung penuh oleh suaminya. 
Kedua, R.A. Kartini memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian sosial yang sangat tinggi. Di tengah ketidakberdayaan perempuan pada zamannya, R.A. Kartini tidak jatuh pada hidup yang meratapi nasib melainkan menjawab permasalahan dengan membuka sekolah untuk perempuan. Walaupun sekarang sudah dikatakan zaman modern, tapi saya yakin tidak banyak perempuan di Indonesia ataupun di belahan manapun di dunia yang aktif melakukan inisiatif dalam rangka melakukan perubahan menjawab permasalahan yang terjadi di masyarakat. 
Ketiga, R.A. Kartini memiliki cara berpikir analitis dan strategis. Beliau dapat membaca situasi sosial masyarakat, dalam hal ini dapat melihat bagaimana pengaruh bangsawan dalam melakukan aksi nyata menuju arah yang lebih baik. Seperti yang dikatakannya bahwa apabila kaum bangsawan melakukan perubahan maka rakyat kecil akan mengikutinya. 
Keempat, R.A. Kartini memiliki pikiran yang terbuka terutama dengan nilai-nilai dunia barat tetapi juga sadar akan identitasnya sebagai manusia Indonesia yang menjunjung nilai ketimuran yang sopan. R.A. Kartini sadar bahwa dirinya berbeda dengan bangsa barat. Hal ini terlihat dengan penuturannya pada kutipan surat beliau berikut ini. 
"Perduli apa aku dengan segala tata cara itu, segala peraturan-peraturan, semua itu bikinan manusia dan menyiksa diriku saja. Kau tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etiket di dunia keningratan Jawa itu.
Tapi sekarang mulai dengan aku, antara kami (R.A. Kartini, Roekmini & Kardinah) tidak ada tata cara lagi. Perasaan kami sendiri yang akan menentukan sampai batas-batas mana cara liberal itu boleh dijalankan".
Surat R.A. Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899
Idealisme yang diperjuangkan R.A. Kartini (1879-1904) ini telah dinikmati oleh kaum perempuan pada zaman sebelum perang kemerdekaan. Generasi yang lahir pada tahun 1920-an adalah contoh nyata bagaimana R.A. Kartini meningkatkan taraf hidup kaum perempuan Indonesia. Nenek saya (lahir 1923) dan kawan-kawannya memiliki tingkat pendidikan yang baik pada saat itu. Pendidikan terakhir beliau adalah sekolah guru (di atas pendidikan kakek saya yang ”hanya” MULO) yang dalam kegiatan pengajarannya dilakukan dalam bahasa pengantar bahasa Belanda. Nenek saya akhirnya dapat mencapai cita-citanya berprofesi sebagai guru, profesi yang sangat dihormati pada zaman tersebut. Kemudian dalam aspek kehidupan yang lain, nenek saya dan teman-temannya tergabung dalam laskar putri yang juga berjuang dalam perang kemerdekaan, dan pangkat nenek saya adalah Mayor dalam laskar yang dipimpinnya itu. 
Perjuangan dan perjalanan hidup R.A. Kartini telah menjadi sebuah inspirasi unik yang bersifat nasional (bukan hanya sekedar suku Jawa saja) yang membawa perempuan Indonesia menjadi manusia yang utuh, tidak hanya berkontribusi dalam tataran domestik/keluarga besar saja, tapi juga bisa berkontribusi nyata kepada masyarakat. Nenek saya bersama teman-temannya adalah contoh dari perempuan Indonesia yang telah menikmati menjalankan peran utuh sebagai seorang perempuan. Mencintai dan dicintai suami dan keluarganya, setia dan memberikan dukungan penuh kepada suami, melahirkan dan mendidik sebelas anaknya dengan baik, serta tetap memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat terutama dalam hal bidang pendidikan dan pengajaran. 
Hal yang baik ini terus diwariskan kepada generasi anak-anak mereka, generasi yang lahir setelah kemerdekaan Indonesia. Selain itu, pada masa awal kemerdekaan Indonesia, perjuangan R.A. Kartini telah membentuk demokrasi Indonesia yang langsung menerima aspirasi perempuan dalam pemilihan umum. Indonesia adalah negara yang memberlakukan hak pilih yang sama antara perempuan dan laki-laki secara langsung pada pemilihan umum pertama setelah kemerdekaan. Sebagai perbandingan, USA memberikan hak pilih kepada warga negara perempuan-nya pada awal abad ke-20, lebih dari seratus tahun setelah kemerdekaannya. 
Kemudian, pada kurun waktu yang lebih kekinian, perkembangan perjuangan R.A. Kartini dapat dikatakan mengalami pergeseran nilai yang justru menjauhi nilai inti perjuangannya. Perjuangan R.A. Kartini telah menjadi komoditi dalam perang pemikiran yang kontraproduktif terhadap penyebaran nilai inti perjuangan R.A. Kartini itu sendiri. Pertama adalah pengkultusan R.A. Kartini yang membuat segala pemikiran yang ditawarkan oleh R.A. Kartini adalah kebenaran, dan kedua, kenyataan bahwa kampanye pemikiran pemberdayaan perempuan yang tidak seimbang. 
Masalah pengkultusan R.A. Kartini ini terlihat dengan banyaknya buku ataupun artikel. Hal tersebut sangatlah terlihat dalam kumpulan surat R.A. Kartini yang ”utuh”. Sebagai contoh, banyak pihak yang mempertanyakan mengapa R.A. Kartini akhirnya menerima poligami, padahal di awal kumpulan surat-suratnya beliau sangat menentang praktik tersebut. Fakta ini juga sejalan dengan kenyataan bagaimana R.A. Kartini mempertanyakan pada awal surat-suratnya mengapa harus membaca kitab suci agamanya tanpa tahu artinya, tapi pada surat beberapa tahun berikutnya menyatakan bahwa R.A. Kartini akhirnya bisa memahami arti kitab suci tersebut, yang mana surat terakhir tersebut di bawah ini, tidak pernah ada dalam buku Habis Gelap terbitlah Terang. 
"Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan indukAl-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah SWT. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa? Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"
"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu tedapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?"Surat R.A. Kartini kepada Ny. E.E. Abendanon, 27 Oktober 1902
Kemudian terkait dengan kampanye pemberdayaan perempuan di Indonesia yang tidak berimbang, kenyataan bahwa banyak artikel dan buku yang dalam menjelaskan alasan di balik perlunya pengembangan perempuan adalah karena perempuan merupakan korban penindasan laki-laki. Hal ini juga didukung oleh pemaparan data-data mengenai kekerasan rumah tangga, sehingga secara implisit ada penyampaian pesan sebaiknya perempuan tidak menikah karena akan menyiksa dirinya sendiri dan memperlambat kemajuan eksistensi sosialnya. Di sini R.A. Kartini kembali dijadikan komoditi dalam mempromosikan ideologi radikal tersebut dengan mengutip analisa bahwa akhirnya R.A Kartini kalah dalam tekanan sosial dan pasrah dengan kenyataan menerima poligami. Padahal dari kumpulan tulisannya dapat kita temukan bahwa ketika R.A. Kartini menikah beliau tetap berkontribusi ke masyarakat melalui pendirian sekolah yang didukung penuh oleh suaminya, serta juga melakukan tugas paling mulia sebagai perempuan dengan melahirkan putranya. 
"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjalanan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama".
Surat R.A. Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902
Mengembalikan nilai inti perjuangan R.A. Kartini dengan meneladani perbuatan luhurnya dalam memperbaiki kondisi sosial, meneladani sikap hidup yang bijak, serta tentunya menerapkan ”karakter R.A. Kartini” dalam kehidupan sehari-hari, bukan dengan melakukan debat ”ideologis” mengenai masalah pemberdayaan perempuan. Dengan demikian perjuangan R.A. Kartini dalam meningkatkan martabat perempuan Indonesia pada khususnya dan martabat rakyat Indonesia pada umumnya dapat terwariskan secara terus-menerus di masa depan. 
Referensi : 
1. Ringkasan biografi : http://en.wikipedia.org/wiki/Kartini , www.tokohindonesia.com 
2. Karimah, Asma, Tragedi Kartini : Sebuah Pertarungan Ideologi, Hanifa, Jakarta, 1994 
3. Human Development Report 2005, Woman’s political participation, United Nation 
4. dan sumber-sumber lainnya