Sunday, November 15, 2009

Wajah Senja

Seperti biasa, hampir setiap pagi aku pergi ke taman bersama anakku Alma, sekedar bermain dan juga untuk menyuapi sarapan. Tapi sejak 3 hari lalu sampai sekarang ada sesuatu yang menarik untuk aku bahas disini tentang apa yang kulihat di taman.

Pagi itu… (tgl 23 juli 09) cuaca begitu cerah… suasana taman yang damai membuat siapapun senang untuk duduk-duduk ditaman atau sekedar mengobrol. Seperti biasa.. aku melakukan ‘ritual’ menyuapi sarapan buat anakku yang memang sedikit sulit untuk makan. tiba-tiba mata saya tertuju pada seorang opa tua yang duduk menyendiri di kursi roda sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong. Sementara pembantunya sedang asyik duduk di ayunan sambil mengobrol dengan rekannya sesama pembantu.

Lalu aku mencoba mendekati opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara. Perlahan tapi pasti sang opa akhirnya mau mengobrol denganku sampai akhirnya si opa menceritakan kisah hidupnya.

Si opa memulai cerita tentang hidupnya. sambil menghela napas panjang.

"Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk

anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus.

Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan biaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.

Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukannya.

Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Terlebih lagi saya diserang penyakit diabetes yang menyebabkan kondisi saya semakin buruk bahkan tidak bisa berjalan dengan kaki sendiri. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi didalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung.

Tapi apa yang saya dapatkan ? Setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi.
Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita didalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu. Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?

Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan? Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.

sudah 2 tahun saya tinggal dipanti jompo dan saya meminta kembali tinggal dengan anak sayayang pertama,dan sayapun kembali tinggal dengan anak saya disini. Tapi sama saja… disini semuanya pembantu yang melayani… apa mereka tak punya waktu sedikitpun untuk makan bersama atau sekedar mengobrol dengan saya? 
Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengana kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.

Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. saya merindukan anak-anak saya yang baik.. penurut…manis seperti dulu…."

sekilas, kesepian di mata sang opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali-sekali melihat anakku bermain dan tertawa mengajaknya bercanda..

Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian
dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita?
Apa pun alasannya, ketika saya bertemu dan melihat mereka, saya sedih bahkan menangis. Bukankah ketika kita berulang tahun, orang sering kali mengucapkan selamat panjang umur? Jadi, kita pasti akan menjadi tua, dan dengan semestinya tubuh jasmani akan mengalami kemunduran-kemunduran. Tenaga akan melemah, pendengaran, penglihatan, dan penciuman semakin menurun, sehingga akhirnya mau tidak mau kita akan menjadi tergantung pada orang lain.
Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian ?
Ingatlah bahwa tanpa Ayah dan Ibu, kita tidak akan ada di dunia dan
menjadi seperti ini.

Jika kamu masih mempunyai orang tua, bersyukurlah sebab banyak anak yatim-piatu yang merindukan kasih sayang orang tua.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.